Respons Fisik Total (Total Physical Response)
Total Physical Response (TPR) adalah salah satu metode pengajaran
bahasa yang dibangun dari koordinasi percakapan dan tindakan. Metode ini
mencoba mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik. Metode ini dikembangkan
oleh James Asher, seorang profesor dari bidang psikologi di Universitas Negeri
San Jose, di California pada tahun 1970. Namun sekitar 1 dekade sebelum itu
Asher sudah mulai melakukan penelitian dan eksperimen tentang metode ini,
dikarenakan belum banyak ahli yang meneliti dan mengembangkan metode TPR ini.
Setelah Asher melakukan eksperimen tentang metode ini dan mulai menemukan hasil
positif, maka banyak para ahli bahasa yang tertarik untuk meneliti dan
melakukan eksperimen menggunakan metode ini. (Richards & Rodger, 2001: 73)
PEMBAHASAN
PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF
Ilustrasi Pembelajaran
Bahasa Komunikatif
a. Pengertian Pengajaran Bahasa Komunikatif
Awalnya, muncul pertanyaan dalam
mengkategorisasikan Pengajaran Bahasa Komunikatif—apakah ia termasuk ke dalam
metode atau pendekatan? Brown (2007: 241) menyatakan bahwa PBK sebaiknya
dipahami sebagai pendekatan, bukan metode. Pendapat ini juga didukung oleh
Richards & Rodgers (2001: 172), Littlewood (1987), Larsen-Freeman (1987:
123), Nunan (1989:12), Aziez & Alwasilah (1996), dan Iskandarwassid &
Sunendar (2008: 55). Hal ini dikarenakan PBK adalah sebuah pendirian teoretis terpadu (unified) tetapi
memiliki basis luas tentang watak bahasa (the nature of language) dan
tentang pembelajaran dan pengajaran bahasa (Brown, 2007: 241).
Sejumlah definisi PBK yang muncul terdahulu
(Savignon, 1983; Breen & Candlin, 1980; Widdowson, 1978b, dalam Brown,
2007: 241) ataupun yang terbaru (Savignon, 2005; Ellis, 2005; Nunan; 2004,
dalam Brown, 2007: 241) telah cukup untuk membingungkan kita. Di Indonesia,
para ahli bahasa juga banyak menghabiskan waktu untuk memperdebatkan definisi
dari pendekatan ini (Iskandarwassid & Sunendar, 2008: 55). Oleh karena itu,
Brown (2007: 241) memberikan empat karakteristik yang terkait sebagai definisi
PBK:
1. Sasaran kelas difokuskan pada semua komponen
kompetensi komunikatif (communicative competence)[1] dan
tidak terbatas pada kompetensi gramatikal atau linguistik.
2. Teknik-teknik bahasa dirancang untuk
melibatkan para pembelajar dalam penggunaan pragmatik, otentik, dan fungsional
bahasa untuk tujuan bermakna. Bentuk-bentuk bahasa yang tertata rapi bukan
merupakan fokus sentral melainkan aspek-aspek bahasa yang membantu pembelajar
mewujudkan tujuan-tujuan komunikatif.
3. Kefasihan dan akurasi dipandang sebagai
prinsip-prinsip pelengkap saja yang mendasari teknik-teknik komunikatif.
Terkadang kefasihan harus dikedepankan daripada akurasi untuk membuat
pembelajar tetap terlibat secara bermakna dalam penggunaan bahasa.
4. Dalam kelas komunikatif, para murid pada
akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif dan reseptif, dalam konteks
spontan.
Kurikulum yang bertopang pada kaidah struktural/gramatikal telah mendominasi
pengajaran bahasa selama berabad-abad. PBK sendiri menyarankan bahwa struktur
gramatikal sebaiknya disisipkan ke dalam berbagai kategori fungsional. Banyak
penggunaan bahasa-bahasa otentik disiratkan dalam CLT, ketika guru berusaha
membangun kefasihan siswa (Chambers, 1997, dalam Brown, 2007). Akan tetapi perlu
diingat bahwa kefasihan disini tidak didorong dengan mengorbankan komunikasi
langsung yang jelas dan tidak ambigu. Akhirnya, akan ada lebih banyak
spontanitas yang muncul dalam kelas komunikatif: para murid didorong untuk
menghadapi situasi-situasi yang spontan di bawah bimbingan, bukan kontrol, guru.
b. Tujuan Kelas Komunikatif
Littlewood (1987:17) merangkum tujuan pembelajaran dalam kelas
komunikatif menjadi empat:
1. Menyediakan latihan tugas-menyeluruh (whole-task
practice)
Dalam kelas
komunikatif, penting untuk membedakan antara (a) melatih skill tersendiri (part
skill), dan (b) melatih skill secara keseluruhan atau disebut whole
task practice. Ketika kita belajar berenang, terkadang kita belajar
kemampuan tertentu secara terpisah (menahan nafas, melompat ke air, dll) namun
kita juga terkadang dituntut untuk langsung berenang jarak dekat. Dalam
pembelajaran bahasa, aktivitas kelas komunikatif disusun untuk sesuai dengan
kemampuan pembelajar.
2. Mendorong motivasi pembelajar
Tujuan utama
pembelajar bahasa adalah untuk mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang
lain dalam bahasa yang dipelajari. Terlebih lagi, konsepsi umum pembelajar
bahasa adalah bahasa sebagai alat komunikasi bukan suatu sistem struktural.
Jika demikian, maka kesuksesan proses belajar siswa akan lebih memungkinkan
untuk dicapai.
3. Menyediakan pembelajaran natural (natural
learning)
Pembelajaran bahasa
terjadi dalam diri siswa. Sebagai guru kita mengerti ke-frustasi-an mereka
dalam belajar bahasa. Terkadang, beberapa aspek bahasa berada di luar kontrol
pedagogis mereka. Aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa ini hanya mampu
didapatkan melalui proses natural, yaitu penggunaan bahasa untuk tujuan
komunikatif.
4. Menciptakan konteks yang mendukung pembelajaran
Interaksi yang terjadi
dalam aktivitas komunikatif membantu menciptakan hubungan personal yang positif
antara murid-murid maupun murid-guru. Hubungan ini membuat kelas menjadi lebih
‘manusiawi’sehingga menciptakan lingkungan yang supportiveterhadap
usaha siswa untuk belajar bahasa.
c. Peran Guru dan Siswa dalam Kelas PBK
Guru dalam PBK menurut Richards dan Rodgers (2001) memiliki dua
peran utama: (a) memfasilitasi komunikasi yang terjadi antara murid dengan
murid, maupun murid dengan aktivitas atau teks yang diberikan, dan (b) menjadi
partisipan independen dalam aktivitas yang terjadi di kelas. Peran guru yang
lain menurut mereka adalah sebagai analis kebutuhan siswa, konselor, dan
pengelola proses kelompok (group process manager). Siswa,
diatas apapun, adalah komunikator (Larsen-Freeman, 2001). Mereka mencoba untuk
bertukar makna—mencoba dipahami dan memahami orang lain—walaupun pengetahuan
mereka dalam bahasa yang dipelajari masih belum lengkap.
d. Prosedur dan Materi Pengajaran
Berikut ini adalah contoh prosedur pengajaran bahasa komunikatif
dalam kelas Bahasa Inggris yang diberikan oleh Finocchiaro dan Brumfit (dalam
Richards & Rodgers, 2001):
1. Pemberian dialog atau mini dialog yang diawali
oleh motivasi dari guru diikuti oleh diskusi mengenai dialog yang diberikan
(topik, dialog, ke-formal-an dll).
2. Latihan lisan ungkapan-ungkapan (utterances) yang
ada dalam dialog yang dicontohkan oleh guru.
3. Tanya jawab mengenai topik dan situasi dialog.
4. Tanya jawab mengenai pengalaman siswa mengenai
topik/ situasi dalam dialog.
5. Mempelajari ekspresi-ekpresi inti dalam dialog
dan fungsinya memberi contoh ungkapan serupa dalam kehidupan nyata.
6. Siswa menemukan generalisasi atau
aturan-aturan sktruktural dari ungkapan-ungkapan dalam dialog.
7. Pengenalan lisan, aktivitas interpretatif.
8. Aktivitas produksi lisan—bertahap dari guided
activities sampaifreer activities.
9. Sampling dari tugas tertulis, jika ada.
10. Evaluasi lisan mengenai materi yang
dipelajari, contoh “How would you ask your friend to_____?” dan “How
would you ask me to_____?”
Materi yang digunakan dalam kelas PBK misalnya: materi otentik,scrambled
sentences, information gap, permainan bahasa, cerita bergambar, dan role
play.
TOTAL PHYSICAL RESPONSE
Ilustrasi TPR
Penyusun metode Respons Fisik Total atau Total
Physical Response (TPR), James Asher, mencatat bahwa anak-anak, saat
belajar bahasa pertama mereka, terlihat banyak mendengar sebelum mereka
berbicara, dan bahwa kegiatan mendengar itu disertai oleh respons-respons fisik
seperti meraih, meraba, bergerak, melihat, dan lain-lain. Asher juga memberikan
perhatian kepada pembelajaran otak kanan. Menurut Asher (melalui Brown, 2007:
84) “aktivitas motor adalah fungsi otak kanan yang pastilah mendahului
pemrosesan bahasa oleh otak kiri”. Hal ini pula yang membuat Asher yakin bahwa
seringkali kelas-kelas bahasa adalah tempat yang luar biasa mencemaskan dan
membuat ia berkeinginan untuk membuat dan mengembangkan sebuah metode yang
sebisa mungkin bebas stress, di mana para pembelajar bahasa tidak akan merasa
canggung dan defensif. Oleh karena itu kelas TPR yang dikembangkan oleh Asher
adalah sebuah kelas di mana para murid banyak mendengar dan bertindak. Sang
guru mengarahkan dalam mengorkestrasi sebuah performa: “Instruktur adalah
sutradara sebuah lakon sandiwara di mana para murid adalah aktornya” (Asher,
1977: 43).
Pada saat ini TPR banyak dipakai sebagai jenis
aktivitas kelas. Banyak kelas komunikatif dan interaktif yang berhasil
memanfaatkan aktivitas-aktivitas TPR untuk menghadirkan masukan auditoris
maupun aktivitas fisik. Target pembelajar yang menggunakan metode TPR adalah
anak-anak, hal ini dikarenakan konsep dari metode TPR adalah merespon instruksi
yang bentuknya adalah berupa kalimat perintah dengan respons fisik secara
langsung, yang bila diterapkan kepada pembelajar bahasa yang sudah dewasa
hasilnya tidak efektif.
a. Tujuan Total Physical Response (TPR)
Metode TPR bagi guru, bertujuan agar tercipta
suasana yang nyaman sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan dapat
belajar untuk berkomunikasi menggunakan bahasa asing dengan baik. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya metode TPR ini dikembangkan untuk mengurangi tekanan
bagi siswa di dalam kelas, dan membuat suasana kelas menyenangkan.
(Larson-Freeman, 1986: 116)
b. Peran Guru dan Siswa
Guru memegang peran sebagai sutradara,
sedangkan para siswa bertindak sebagai artisnya. Jadi dalam metode TPR ini
peran guru amatlah penting, karena guru yang mengatur semua yang ada di dalam
kelas. Guru memberikan perintah pada siswa, yang sejatinya perintah itu adalah
bagian dari metode TPR, kemudian siswa diminta untuk merespon
instruksi-instruksi berupa kalimat-kalimat perintah dari guru dengan melakukan
tindakan (respons fisik). Peran siswa di sini tidak terlalu penting karena
gurulah yang memegang kontrol. (Larson-Freeman, 1986: 116)
c. Karakteristik Proses Pengajaran dan
Pembelajaran
Larson-Freeman (1986: 116) menyatakan bahwa
pada tahap pertama metode TPR, guru bertindak sebagai model atau contoh. Guru
dapat memberikan instruksi pada beberapa siswa dan kemudian mencontohkan atau
mempraktekkannya di hadapan siswa agar para siswa dapat memahami intruksi yang
diberikan dan dapat mengikuti. Pada tahap kedua para siswa dapat
mendemonstrasikan apa yang mereka pahami dari perintah-perintah yang tadi sudah
diberikan dengan teman-temannya sendiri. Kemudian sampai pada tahap ketika para
siswa sudah mengerti, memahami serta dapat merespon perintah-perintah dengan
respon fisik, para siswa dapat belajar lebih jauh untuk membaca dan
menuliskannya. Hingga pada saatnya para siswa sudah siap untuk berbicara,
mereka bisa menjadi orang yang memberikan instruksi atau perintah.
d. Teknik-teknik yang digunakan dalam metode TPR
1. Penggunaan kalimat-kalimat perintah untuk
mengarahkan tindakan
Teknik ini adalah teknik yang paling sering
digunakan. Kalimat-kalimat perintah diberikan pada siswa agar siswa dapat
merespon dengan tindakan. Tindakan yang dilakukan membuat maknanya menjadi
jelas. Asher menyarankan para guru agar dapat membuat suasana kelas menjadi
hidup, oleh karena itu guru harus mempersiapkan kalimat-kalimat perintah yang
akan digunakan di dalam kelas. Persiapan itu akan membuat kelas menjadi teratur
dan hidup. Namun jika guru mencoba untuk membuat kalimat perintah pada saat di
dalam kelas tanpa persiapan, hal itu akan membuat kelas berjalan lambat dan
membosankan. (Larson-Freeman, 1986: 118)
2. Pergantian peran
Siswa dapat berganti peran dengan guru untuk
memberikan kalimat-kalimat perintah kepada siswa-siswa lainnya. Asher menyatakan
bahwa dalam 10-12 jam penggunaan TPR, maka siswa akan tertarik untuk memberikan
perintah juga, hal ini dapat membuat siswa berani berbicara. Teknik ini adalah
variasi atau penambahan dari teknik sebelumnya, karena teknik ini bukan lah
teknik mayor dari metode TPR. (Larson-Freeman, 1986: 119)
3. Tindakan yang saling berhubungan
Pada suatu waktu guru juga dapat memberikan
kalimat-kalimat perintah yang saling berhubungan. Misalkan guru menyuruh siswa
untuk menunjuk ke pintu, kemudian memberikan perintah untuk berjalan menuju
pintu dan kemudian diberikan perintah untuk menyentuh pintu.
Total Physical Response
Total Physical Response, dapat juga disebut juga perluasan dari English Through
Action yang dipelopori oleh Palmer & Palmer. Namun semua metode
yang pernah digunakan terus berkembang seiring zaman, ada yang disempurnakan,
ada bagian yang diambil, ada yang disempurnakan, termasuk metode TPR yang
diperbaharui dengan mengacu kepada teori psikologi yang lebih mutakhir. Hal ini
juga menjadi lebih popular karena dukungan yang menekankan pada peran pemahaman
dalam akuisisi bahasa kedua. Asher (1977) pun menekankan bahwa harus ada
asosiasi yang dilakukan dengan metode atau teknik lainnya agar menjadi lebih
efektif.
" GOOD LUCK FOR THE READ " !!!!!!!!!!
0 komentar:
Posting Komentar